KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka tim penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Ketauhidan dan Islam Sebagai Bentuk Penyerahan Diri” ini dengan baik.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan Dosen Pendidikan Agama, Bapak Rizal Arsyad, S.Ag., M.Ag., di STIKES Muhammadiyah Manado kepada mahasiswa semester pertama Program Studi DIII Farmasi.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, khususnya kepada :
- secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua kami tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis.
- semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya, kami berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Kami menyadari penulisan makalah ini belum sempurna, baik dari segi materi, tata cara penulisan, dan sebagainya. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Manado, September 2012
Tim Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Berbeda dengan nabi dan rasul terdaulu yang hanya diutus untuk suatu kaum atau bangsa saja, Rasulullah SAW diutus oleh Allah untuk seluruh umat manusia (seluruh alam semesta). Hal ini menjadikan Islam sebagai agama yang paling sempurna, karena ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan, bukan hanya ibadah kepada Tuhan semata.
Agama Islam mempunyai tiga pondasi pokok yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Iman, dalam konteks kekinian sering disebut dengan teologi, ilmu kalam, aqidah, atau tauhid. Adapun Islam, sering diekuivalenkan dengan syari’at atau fiqih. Sedangkan ihsan terkadang diistilahkan dengan tasauf atau akhlak.
Iman atau tauhid itu sendiri merupakan unsur utama dalam suatu agama. Ia merupakan ilmu yang bersifat global (kulli). Sedangkan ilmu-ilmu yang lain bersifat parsial (juz’i), sehingga ilmu-ilmu yang lain yang bersifat juz’i itu harus dilandasi dengan ilmu tauhid yang bersifat kulli.
Ilmu tauhid itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan dan yang berkaitan dengannya, seperti sifat-sifat Tuhan, baik yang wajib, mustahil, maupun yang jaiz bagi-Nya. Adapun hakikat tauhid dalam Islam itu sebenarnya adalah penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Allah, baik menyangkut ibadah serta muamalah (hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan seperti pergaulan, perdata, dan sebagainya), dalam rangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik dalam ibadah, seperti salat, puasa, membayar zakat, haji, dan sebagainya, juga dalam bermuamalah, seperti dalam hal ekonomi, politik, sosial maupun budaya.
Nilai-nilai tauhid dalam beribadah, tampak jelas dan merupakan sesuatu yang lumrah, karena ibadah itu pasti didasari oleh keimanan atau ketauhidan kepada Allah, beda halnya dalam bermuamalah. Banyak orang yang tauhidnya mantap ketika beribadah kepada Allah, tetapi dalam bermuamalah, ia justru tidak menampakkan sedikitpun nilai-nilai tauhid yang ada pada dirinya. Banyak orang yang tidak pernah meninggalkan salat, tapi jarang juga meninggalkan maksiat. Banyak orang yang rajin puasa, tapi tekun juga berkata dusta. Banyak orang yang sering mengerjakan ibadah haji dan umrah, tetapi sering juga menipu orang dalam bertijarah.
Berbagai problematika di atas adalah fenomena yang sering kita hadapi dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam kegiatan sosial ekonomi. Betapa banyak umat Islam yang tekun dalam beribadah, tetapi jarang aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, tidak sehat dalam berpolitik, sering berlaku tidak jujur dalam bertijarah ataupun dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang lain, dan masih banyak kegiatan-kegiatan muamalah yang tidak didasari dengan nilai-nilai tauhid.
Umat Islam, seyogianya tidak hanya tekun dalam beribadah, tetapi juga harus benar dalam bermuamalah. Dengan kata lain, umat Islam itu di samping memiliki kesalehan ritual, juga harus memiliki kesalehan sosial. Umat Islam harus bisa mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidannya kepada Allah SWT dalam kegiatan sehari-harinya, baik dalam kegiatan politik, sosial, maupun ekonomi.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis ingin membahas tentang Ketauhidan dan Islam Sebagai Bentuk Penyerahan Diri, sebagai pedoman dasar bagi kita untuk mengimplementasikan nilai-nilai tauhid yang kita miliki dalam rangka penyerahan diri kepada Allah SWT.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Definisi Islam
2. Definisi Ketauhidan
3. Definisi Penyerahan Diri
4. Bentuk Penyerahan Diri
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah bertujuan untuk memperdalam pengetahuan dan menambah wawasan kami mengenai Islam dan perang tauhid sebagai bentuk penyerahan diri kepada Allah SWT. Selain itu, makalah ini merupakan tugas yang diberikan oleh Dosen Agama, Bapak Rizal Arsyad, S.Ag., M.Ag., di STIKES Muhammadiyah Manado kepada mahasiswa semester pertama Program Studi DIII Farmasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki manfaat untuk menambah pengetahuan tim penulis sendiri, menambah wawasan pembaca/masyarakat mengenai Islam dan tauhid, serta bagi peneliti/akademisi yang ingin mempelajari Islam dan tauhid sebagai bahan penulisan karya tulis atau sebagai referensi dalam penulisan karya tulis yang bertema Islam dan ketauhidan.
BAB II PEMBAHASAN MASALAH
2.1 Definisi Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, berpedoman kepada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.
Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu Al-Islam yang artinya berserah diri kepada Tuhan. Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan yaitu Allah SWT, dan mengimani Nabi Muhammad SAW sebagai rasul Allah. Hal ini tercantum dalam kalimat syahadat yang artinya “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.”
Secara bahasa, Islam berasal dari kata Aslama-Yuslimu-Islaman yang berarti menyelamatkan, misal teks “assalamu alaikum” yang berarti “semoga keselamatan menyertai kalian semuanya.” Islam/Islaman adalah masdar (kata benda) sebagai bahasa penunjuk dari fi'il (kata kerja) yaitu 'aslama' = Telah Selamat (Past Tense) dan 'yuslimu' =Menyelamatkan (Past Continous Tense).
Kata triliteral semitik 'S-L-M' menurunkan beberapa istilah terpenting dalam pemahaman mengenai keislaman, yaitu Islam dan Muslim. Kesemuanya berakar dari kata salam yang berarti kedamaian. Kata Islam lebih spesifik lagi didapat dari bahasa Arab yaitu aslama, yang bermakna "untuk menerima, menyerah, atau tunduk" dan dalam pengertian yang lebih jauh kepada Allh SWT.
2.2 Definisi Tauhid
Tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan dan yang berkaitan dengannya, seperti sifat-sifat Tuhan. Arti tauhid adalah mengakui hanya Allah sajalah yang merupakan Raja bagi manusia, beriman kepada ketunggalan Allah dan meyakini Allah itu Esa. Dalam maknanya yang lain, tauhid berarti menafikan (menolak) berbagai nafsu. Seseorang yang memuja nafsunya berarti telah keluar dari lingkup ketauhidan,
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya”. (al-Jâtsiyah: 23).
Konsep tauhid sendiri menjadi inti dari ajaran Islam itu sendiri. Bahkan di kitab suci Al-Quran, surat pertama yang dicantumkan adalah Surat Al-Fatihah yang isinya sarat dengan nilai-nilai ketauhidan.
Formulasi paling pendek dari tauhid itu ialah kalimat thayyibah: la ilaha illa Allah, yang artinya tidak ada Tuhan selain Allah. Dengan mengatakan "tidak ada Tuhan selain Allah", seorang telah memutlakkan Allah Yang Maha Esa sebagai Khaliq atau Maha Pencipta, dan menisbikan selain-Nya sebagai makhluk atau ciptaan-Nya. Karena itu, hubungan manusia dengan Allah tak setara dibandingkan hubungannya dengan sesama makhluk. Tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah sebagai fokus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur, dan sebagai satu-satunya sumber nilai. Apa yang dikehendaki oleh Allah akan menjadi nilai (value) baginya, dan ia tidak akan mau menerima otoritas dan petunjuk, kecuali otoritas dan petunjuk Allah. Komitmennya kepada Tuhan adalah utuh, total, positif dan kukuh, mencakup cinta dan pengabdian, ketaatan dan kepasrahan (kepada Tuhan), serta kemauan keras untuk menjalankan kehendak-kehendak-Nya.
Konsep tauhid ini dituangkan dengan jelas dan sederhana di dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Ikhlas yang terjemahannya adalah:
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah (Tuhan), Yang Maha Esa,
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu,
3. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Nama "Allah" tidak memiliki bentuk jamak dan tidak diasosiasikan dengan jenis kelamin tertentu. Dalam Islam sebagaimana disampaikan dalam Al-Qur'an dikatakan:
"(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat". (Asy-Syu'ara' (42):11)
Allah adalah nama Tuhan (ilah) dan satu-satunya Tuhan sebagaimana perkenalan-Nya kepada manusia melalui Al-Quran :
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku". (Ta Ha (20):14)
Pemakaian kata Allah secara linguistik mengindikasikan kesatuan. Umat Islam percaya bahwa Tuhan yang mereka sembah adalah sama dengan Tuhan umat Yahudi dan Nasrani, dalam hal ini adalah Tuhan Ibrahim. Namun, Islam menolak ajaran Kristen menyangkut paham trinitas (tiga Tuhan dalam ajaran Kristen, Tuhan Bapa, Tuhan Anak, dan Roh Kudus yang semuanya adalah Tuhan namun Tuhan tetap satu) dimana hal ini dianggap politeisme (kepercayaan atau pemujaan kepada lebih dari satu Tuhan).
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agama dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih, Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan kalimat-Nya) yang disampaikannya kepada Maryam dan (dengan tiupan ) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Dan janganlah kamu mengatakan :"Tuhan itu tiga", berhentilah dari ucapan itu. Itu lebih baik bagi kamu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa. Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara".
Dalam Islam, visualisasi atau penggambaran Tuhan tidak dapat dibenarkan, hal ini dilarang karena dapat berujung pada pemberhalaan dan justru penghinaan, karena Tuhan tidak serupa dengan apapun (Asy-Syu'ara' (42):11). Sebagai gantinya, Islam menggambarkan Tuhan dalam 99 nama/gelar/julukan Tuhan (asma'ul husna) yang menggambarkan sifat ketuhanan-Nya sebagaimana terdapat pada Al-Qur'an.
2.3 Definisi Penyerahan Diri
Penyerahan diri dalam Islam diartikan sebagai bentuk penghambaan manusia kepada Allah SWT. Penyerahan diri merupakan makna yang terkandung dalam Islam. Artinya, sebagai hamba Allah, kita harus berserah diri dan tunduk kepada-Nya atas segala ketetapan, perintah, dan larangan-Nya.
Penyerahan diri kepada Allah SWT, ditunjukkan dengan menyembah Allah SWT, menuruti perintah-Nya, dan menjauhi politeisme. Inti dari Islam adalah tauhid, sedangkan tauhid sendiri bermakna penyerahan diri dan tunduk secara penuh kepada Allah SWT.
2.4 Bentuk Penyerahan Diri
Segala bentuk penyerahan diri manusia kepada Allah SWT dilakukan dengan mengikuti seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Di Al-Quran telah disebutkan beberapa contoh mengenai penyerahan diri seorang hamba Allah, kami mengutip kalimat dari Adam as setelah turun dari surga:
“Keduanya berkata: Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”QS. Al-A’raf (7):23.
Kalimat tersebut merupakan wujud pengakuan, kepasrahan, ketakutan, dan harapan dengan kata lain berserah diri kepada Zat yang Mutlak.Kalimat yang memiliki arti sama banyak dijumpai dalam Al Quran (dengan lafal dan redaksi yang berbeda) dan kebanyakan diucapkan oleh orang-orang mulia yang hidup pada masa sesudah Adam as (selanjutnya disebut nabi atau rasul).
Perkataan nabi Sulaiman as :
“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo'a: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh".QS An Naml (27):19.”
Menujukkan bahwa Sulaiman as telah menyerahkan dirinya untuk menaati kehendak dan ketentuan Allah sebagai Pencipta dan Pemeliharanya. Konsistensi Allah mengajarkan Islam sebagai bentuk penyerahan diri tetap terjaga dan terbukti dari ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi/rasul-Nya.
Dari dua kutipan di atas, menjelaskan bahwa ketauhidan (meng-Esakan Allah) dan Islam merupakan bentuk penyerahan diri kita kepada Allah SWT. Adapun bentuk penyerahan diri tersebut tidak hanya melalui ibadah spiritual semata, melainkan harus ditunjukkan pula dengan muamalah kita sehari-hari.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam adalah agama yang pada intinya mengajarkan tauhid kepada pemeluknya. Tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan dan yang berkaitan dengannya, seperti sifat-sifat Tuhan. Hakikat tauhid dalam Islam itu sendiri adalah penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Allah, baik menyangkut ibadah maupun muamalah.
Dengan demikian, tauhid dan Islam merupakan sarana untuk menyempurnakan bentuk penghambaan kita kepada Sang Pencipta. Hal itu kita tunjukkan dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
3.2 Saran
Penyerahan diri merupakan bentuk penghambaan kita kepada Allah SWT. Oleh karena itu, sebagai umat Islam seyogianya kita tidak hanya tekun dalam beribadah, tetapi juga harus benar dalam bermuamalah. Dengan kata lain, umat Islam itu di samping memiliki kesalehan ritual, juga harus memiliki kesalehan sosial. Umat Islam harus bisa mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidannya kepada Allah SWT dalam kegiatan sehari-hari sebagai implementasi dari nilai ketauhidan itu sendiri, baik dalam kegiatan politik, sosial, maupun ekonomi.
Selain ditunjukkan melalui ibadah spiritual, nilai-nilai tauhid yang terkandung dalam Islam juga harus diimplementasikan dalam muamalah kita sehari-hari misalnya dalam kegiatan ekonomi seperti berlaku jujur, adil, amanah, dan transparansi.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org
http://majalahislami.com
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Zulkifli, S.Pd.I, Konsep Tauhid Dan Implementasinya Dalam Membangun Tatanan Ekonomi Umat Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Budayakan memberi komentar yang baik dan benar, agar tercipta diskusi yang berkualitas. Terima kasih sudah memberi komentar.